Dalam beberapa tahun terakhir, hubungan antara manusia dan hewan peliharaan bukan lagi sekadar soal memberi makan dan merawat. Kini, banyak pemilik anjing dan kucing percaya bahwa hewan kesayangan mereka mengalami emosi yang kompleks—mulai dari cemburu hingga rasa bersalah—mirip dengan apa yang manusia rasakan. Temuan ini berasal dari studi terbaru yang meneliti persepsi pemilik terhadap emosi hewan peliharaan mereka, dan hasilnya membuka diskusi lebih luas tentang bagaimana kita memahami dan merawat binatang yang selama ini hidup di rumah kita. suara.com
Fenomena ini tidak hanya menjadi topik hangat di kalangan komunitas pecinta hewan, tetapi juga menarik perhatian ilmuwan perilaku, psikolog, dan semua yang tertarik pada hubungan antara manusia dan hewan. Studi tersebut menunjukkan betapa kuatnya cara kita melihat hewan melalui lensa emosional dan sosial, serta bagaimana persepsi ini dipengaruhi oleh pengalaman pribadi dan kebutuhan emosional kita sendiri. Earth.com
Apa yang Diungkapkan Studi Baru Ini
Penelitian terbaru yang dipublikasikan dalam jurnal Anthrozoos menemukan bahwa banyak pemilik percaya bahwa anjing dan kucing mereka mampu merasakan emosi yang rumit, termasuk cemburu, bangga, malu, dan bahkan bersalah. Menariknya, bukan sekadar emosi dasar seperti senang atau takut, tetapi emosi yang biasanya diasosiasikan dengan pengalaman manusia yang lebih kompleks. suara.com
Studi ini juga mencatat bahwa persepsi ini sering kali tidak datang secara acak. Faktor psikologis, seperti rasa kesepian dan dorongan untuk mencari hubungan sosial, memainkan peran penting. Orang yang merasa kurang terhubung dengan manusia lain cenderung lebih melihat hewan peliharaan mereka sebagai sumber dukungan emosional dan memberi atribut perasaan yang lebih “manusiawi” kepada anjing atau kucing mereka. Earth.com
Antropomorfisme: Melihat Hewan Lewat Lensa Manusia
Fenomena di mana manusia memberikan sifat atau emosi manusia kepada hewan disebut antropomorfisme. Ini adalah proses kognitif yang sangat umum dalam hubungan manusia–hewan. Studi menunjukkan bahwa antropomorfisme ini sering muncul ketika pemilik merasa bahwa hewan peliharaan menawarkan kenyamanan emosional, terutama selama masa sulit atau saat interaksi sosial manusia kurang memadai. Earth.com
Ketika pemilik menggambarkan perilaku hewan mereka, istilah seperti “dia tahu aku sedih” atau “dia tampak bangga dengan dirinya” sering digunakan. Sementara sains perilaku hewan mengakui beberapa bentuk emosi dasar pada hewan—seperti takut, senang, atau marah—kemampuan mereka untuk mengalami emosi kompleks dalam cara yang sama dengan manusia masih menjadi bahan perdebatan di kalangan ilmuwan. ALM
Temuan Utama dalam Studi: Lebih dari Sekadar Intuisi
Menurut artikel yang dirilis oleh Suara.com, para peneliti menemukan bahwa pemilik yang tinggal sendirian atau yang lebih bergantung pada hewan peliharaan untuk dukungan emosional cenderung melihat hewan mereka sebagai memiliki rentang emosi yang lebih luas. Mereka bahkan percaya hewan mereka merasakan kecemburuan atau rasa bersalah ketika “melihatnya melakukan sesuatu yang salah”. suara.com
Fenomena ini bukan hanya klaim tanpa dasar. Pola persepsi ini konsisten dengan penelitian lain yang menunjukkan adanya hubungan antara tingkat keterhubungan sosial manusia dan cara mereka menafsirkan perilaku hewan. Orang yang merasa kesepian atau kurang terhubung dengan manusia sering kali menciptakan hubungan emosional yang lebih kuat dengan hewan peliharaan mereka daripada mereka yang tidak mengalami kondisi tersebut. Earth.com
Perilaku Hewan vs Interpretasi Manusia
Meski banyak pemilik mengartikan perilaku hewan sebagai tanda emosi kompleks, sains perilaku hewan memiliki cara berbeda dalam mengkaji hal ini. Para ahli menekankan bahwa anjing dan kucing memang mampu merasakan emosi yang wajar dan relevan bagi mereka, seperti rasa takut saat bahaya, vui saat mendapat makan, atau stres dalam situasi tertentu. Namun, bukan berarti semua ekspresi itu mencerminkan emosi manusia yang sama persis. Wikipedia
Studi lain menunjukkan bahwa anjing bisa menunjukkan perilaku yang tampak seperti kecemburuan atau antisipasi, tetapi ini mungkin lebih terkait dengan respons terhadap rangsangan sosial dan hubungan timbal balik daripada pengalaman emosional manusia yang kompleks. Pemahaman yang cermat tentang konteks perilaku sangat penting sebelum menyimpulkan bahwa hewan “merasa” sama seperti manusia. Wikipedia
Kenapa Pemilik Percaya Hewan Punya Emosi Kompleks?
Beberapa teori dari psikologi evolusi dan hubungan manusia–hewan memberikan wawasan lebih dalam. Ketika manusia menjalin hubungan dekat dengan hewan yang dirawatnya sehari-hari, jaringan sosial manusia bisa pindah sebagian pada hewan tersebut. Hewan peliharaan sering kali menjadi teman utama ketika pemilik merasa terisolasi atau kurang mendapat dukungan dari manusia lain. Earth.com
Hal lain yang mempengaruhi persepsi ini adalah interpretasi perilaku hewan terhadap sinyal manusia. Hewan, terutama anjing, sangat peka terhadap bahasa tubuh manusia, nada suara, dan ekspresi wajah. Ketika anjing merespons senyum atau suara lembut, pemilik mungkin melihat ini sebagai tanda bahwa anjing “merasa bahagia” dalam cara yang manusia alami. Sementara secara ilmiah perilaku itu bisa jadi respons terhadap kondisi positif, bukan refleksi emosi kompleks yang sama dengan manusia. Wikipedia
Implikasi Studi bagi Pemilik Hewan
Temuan ini punya beberapa dampak nyata bagi pemilik hewan dan cara mereka merawat hewan kesayangan:
1. Menjadi Lebih Sadar dalam Interaksi
Memahami bahwa persepsi kita bisa dipengaruhi oleh kebutuhan emosional sendiri mendorong pemilik untuk lebih berhati-hati dalam mentafsir perilaku hewan. Ini membantu menghindari ekspektasi yang tidak realistis yang bisa berdampak buruk pada kesejahteraan hewan.
2. Meningkatkan Perawatan dan Kesejahteraan
Meski interpretasi emosi hewan kadang dilebih-lebihkan, banyak pemilik menjadi lebih peduli dan memahami kebutuhan dasar hewan mereka. Misalnya, pemilik yang percaya bahwa hewan mereka “merasakan stres” mungkin lebih sigap menyediakan lingkungan yang aman dan menyenangkan. MDPI
3. Edukasi tentang Perilaku Hewan
Studi ini juga membuka ruang bagi pemilik untuk belajar lebih banyak tentang perilaku alami hewan dari sumber yang berbasis ilmiah, bukan hanya interpretasi subjektif. Dengan memahami sinyal tubuh, suara, dan konteks perilaku, pemilik bisa berinteraksi dengan hewan peliharaan secara lebih efektif dan etis.
Diskusi tentang Anthropomorphism
Anthropomorphism sendiri bukan fenomena yang sepenuhnya negatif. Dalam banyak kasus, melihat hewan sebagai makhluk yang “merasakan” membantu meningkatkan empati dan mendorong perawatan yang lebih baik. Namun masalah muncul ketika interpretasi tersebut menjadi dasar pengambilan keputusan penting—misalnya dalam kesehatan atau pelatihan—tanpa dukungan ilmiah. MDPI
Misalnya, melihat perilaku tertentu sebagai “salah” karena hewan tampak bersalah bisa membuat pemilik memberi hukuman yang tidak tepat. Faktanya, respons seperti “tunduk” atau “bersembunyi” setelah dimarahi sering kali merupakan respons stres, bukan pengakuan rasa bersalah seperti yang manusia rasakan. Wikipedia
Peran Studi Lanjutan dan Teknologi
Studi tentang emosi hewan terus berkembang, termasuk pendekatan berbasis teknologi untuk menganalisis vokalisasi dan sinyal perilaku lain. Misalnya, penelitian yang menggunakan machine learning untuk mengevaluasi emosi hewan lewat sinyal audio mencoba memetakan hubungan antara suara dan kemungkinan keadaan emosional. Ini bisa membantu memahami hewan peliharaan dengan lebih objektif dibanding sekadar interpretasi manusia. arXiv
Penelitian lanjutan juga meneliti hubungan antara empati pemilik dan persepsi terhadap perilaku hewan. Hal ini menunjukkan bahwa ikatan emosional yang kuat tidak selalu berkorelasi langsung dengan pemahaman yang akurat tentang apa yang dialami hewan secara internal. ResearchGate
Kesimpulan: Memahami Persimpangan Emosi Manusia dan Hewan
Studi terbaru tentang persepsi emosi hewan peliharaan seperti anjing dan kucing membuka wawasan penting tentang hubungan manusia–hewan di era modern. Hasilnya menunjukkan bahwa banyak pemilik melihat hewan mereka sebagai makhluk yang mampu merasakan emosi kompleks, dan bahwa dorongan psikologis serta kebutuhan sosial manusia memengaruhi persepsi ini secara signifikan. suara.com
Namun dari sudut pandang ilmiah, meskipun hewan memang merasakan sesuatu yang bisa dianggap emosi, cara mereka mengalami hal tersebut mungkin berbeda secara fundamental dengan pengalaman manusia. Menjadi sadar akan perbedaan ini penting bagi pemilik hewan yang ingin memberikan perawatan terbaik—tanpa memberikan ekspektasi yang berlebihan atau salah paham tentang perilaku hewan kesayangan mereka. ALM
Pada akhirnya, studi ini bukan hanya tentang apakah hewan “merasakan emosi” atau tidak, tetapi tentang bagaimana kita membangun hubungan yang sehat, penuh empati, dan bertanggung jawab dengan teman-teman berbulu di rumah kita. Pemahaman yang lebih dalam tentang batas antara interpretasi manusia dan pengalaman hewan akan membantu pemilik memberi lingkungan terbaik bagi hewan peliharaan mereka untuk tumbuh bahagia dan sehat. Earth.com







Tinggalkan Balasan